
Di Balik Hio

Hio berarti ‘harum’, karena dupa yang digunakan memiliki bau-bauan yang tercium saat dibakar. Karena itu, Hio memiliki fungsi sebagai penentram pikiran dan menciptakan suasana yang layak untuk meditasi berupa sembahyang. Bila memasuki klenteng, pasti tercium bau Hio yang menenangkan jiwa. Hio juga dipercaya mengusir hawa jahat. Ada berbagai macam Hio, namun yang biasa digunakan adalah yang berwarna merah, kuning, dan hijau. Merah digunakan saat berdoa untuk memohon sesuatu, kuning untuk sembahyang biasa, dan hijau digunakan untuk sembahyang bagi anggota keluarga yang telah meninggal. Yang biasa digunakan di klenteng adalah yang berwarna merah, meskipun tidak semua orang yang datang ke klenteng berdoa memohon sesuatu. Bisa jadi Hio merah dipakai saat perayaan tertentu karena kebanyakan umat tidak datang ke klenteng secara rutin.
Hio yang ditancapkan pada saat sembahyang rutin di klenteng maupun di rumah biasanya satu atau tiga. Umumnya sekarang yang ditancapkan tiga, satu untuk langit atau Thian Kong (Tuhan), satu untuk dewa yang disembahyangi, dan yang terakhir untuk diri sendiri. Bila menyembahyangi orang yang telah meninggal, ditancapkan dua hio, satu untuk yang wafat dan satu untuk diri sendiri.
Sebenarnya ada cara menancapkan Hio yang benar, yaitu dengan tangan kiri (tangan yang dekat dengan jantung) dan dengan urutan tertentu, yaitu dari tengah, kiri lalu kanan, namun sekarang cara ini sudah terlupakan atau ditinggalkan. Cara ini jarang diajarkan orang tua pada anaknya dan mungkin banyak generasi sekarang yang tidak tahu bahwa ada caranya.
Referensi:
http://padmakumara.wordpress.com/2011/11/05/hio-atau-dupa-dan-maknanya/